“Nina,
lagi sibuk gak? Gua mau curhat nih sama loe” Nina adalah teman satu kelasku.
Dia anak yang baik dan dewasa, tepat curhat pribadiku tentang permasalahan
sehari-hari dan hanya dia yang bisa ku harapkan untuk membantu masalah yang
sedang kuhadapi sekarang.
“Kenapa? Nyokap loe ngomelin loe
lagi karena nilai ulangan loe jelek?” Jawab Nina dengan sedikit menggoda.
“Ngak Nin, itu mah gua udah kebal.
Hahaha. Tapi ini serius loh. Gua punya temen, nah temen gua itu punya temen
lagi, nah temen nya temen gua itu lagi sedih karena orang tua nya meninggal.
Yang mau gua tanyain, gimana cara bikin temen nya temen gua itu biar gak sedih
lagi?”
Nina
hanya terdiam mendengar penjelasan dariku.
“Cara ngibur orang yang lagi sedih,
gua mau nanya gimana cara ngibur orang yang lagi sedih, terutama cewek.”
Nina
kembali terdiam. Kini dia terdiam sejenak untuk berfikir. Tak perlu menunggu
lama akhirnya sebuah solusi akan keluar dari mulutnya yang ajaib itu.
“siapa? Cewek loe? Wah… loe apain
bisa sedih gitu?” Lagi-lagi Nina menggodaku.
“Gua serius.” Kataku menegaskan.
Artinya aku tidak ingin bercanda lagi.
“oke, oke. Sebenernya menghibur
cewek itu tidak perlu dengan kata-kata manis, cukup temenin dia aja, dengerin
semua keluh-kesahnya, selesai” Jawab Nina dengan mantap.
“Masalahnya itu dia. Deketin nya susah
banget”
“Oh gua ngerti, loe mau deketin
cewek terus sok pura-pura ngehibur dia biar dapet simpati gitu?”
“Nina, plis…” sekarang aku hanya
dapat memohon padanya, Nina, hanya kau harapanku.
“Oke. Oke. Cari waktu yang tepat,
waktu dia lagi sendiri atau apapun. Samperin dia, duduk dideketnya atau ngapain
gitu pura-pura sibuk dideket dia, terus tunggu sampai dia mulai menerima
keberadaan loe dan Tanya ada apa. Kalau dia gak mau jawab jangan loe paksa,
tapi kalau dia mulai mau cerita masalah dia, yah loe dengerin aja sampai dia
selesai. Cewek pada dasarnya cuma butuh didengar. Dengan loe ada saat dia
butuhin itu udah lebih dari cukup” Jawab Nina.
“oke. Nina, loe emang temen gua yang
paling baik sedunia. I Love You”
Setelah
mengucapkan terimakasih pada sahabatku itu, aku langsung pamit pulang untuk
mencobanya kepada Putri.
***
Malam
ini seperti biasa Putri sampai ke rumah pukul 11 malam. Aku pura-pura
menyibukan diri dengan serius menonton TV dan dengan pura-pura pula terkaget
dengan kedatangan nya.
“Kakak
sudah pulang?” kataku datar tanpa menengok kearahnya.
Putri
tidak menjawab. Dia pergi menghampiriku dan duduk di sofa yang berada
disebelahku. Ini pertama kali nya selama dia tinggal disini, menghampiriku
seperti ini. Aku tidak dapat berpura-pura untuk tidak antusias melihat nya. Apa
sekarang Putri akan berbagi kesedihan nya padaku, mencurahkan seluruh isi
hatinya yang selama ini telah ia pendam?
“Egi” Kata Putri datar.
Ohh
betapa leganya hatiku mendengar dia menyebut namaku lagi setelah sekian lama.
“Tolong jangan menungguku pulang
lagi” Kata putri tiba-tiba.
“Apa?” tak ada yang dapat ku
pikirkan sekarang. Kenapa? Apa kakak tidak ingin dipedulikan?
-pertayaan
itu hanya dapat kutelan dalam mulutku.
“Boleh aku memohon, Jangan tunggu
aku pulang lagi”
Setelah
mengucapkan itu, Putri langsung beranjak dari sofa dan pergi kekamarnya. Aku
hanya dapat terdiam di sofaku tanpa dapat bergerak bahkan sekedar hanya bola
mataku.
Malam ini aku tidak dapat tidur
memikirkan yang dikatakan oleh Putri tadi. Dia tau aku menunggu nya pulang, dia
tau aku mengkhawatirkan nya, tapi dia lebih memilih untuk tidak peduli dan
menghindar dari kenyataan, memendam kesedihan nya seorang diri. Putri, kau
sungguh egois, merasa hanya kau yang paling menderita didunia ini sehingga orang
lain tak pantas merasakan nya. Putri, jika kau ingin jika tidak dipedulikan,
aku tidak akan memperdulikan mu lagi.
Akhirnya
aku tertidur dalam kekecewaan yang mendalam.
***
Hari demi hari terus berlalu….
Bulan demi bulan pun bergulir dengan
cepat….
Aku menjalani
kehidupanku yang bahagia, dan Putri menjalani kehidupan nya yang monoton penuh
kehampaan. Kami hanya berkata saat diperlukan dan selebihnya diam. Ayah dan
ibuku cukup memperhatikan Putri tapi karena mereka berdua terlalu sibuk dengan
pekerjaan nya, seolah tak ada yang perlu dikhawatirkan dengan Putri maupun
diriku. Aku dan Putri, kami tinggal seatap, tapi dunia kami dibatasi Jurang
yang gelap dan dalam. Tak ada yang berani menyeberangi nya.
Sejak
Putri memintaku untuk tidak menunggunya pulang lagi, aku sungguh melakukan nya.
Aku tidak menunggunya lagi dibawah sambil menonton TV, tapi aku menunggunya
dikamar, kamar Putri ada disebelah kamarku, aku akan menajamkan telingaku untuk
mendengar suara pintu kamar disebelahku apakah sudah tertutup atau belum baru
aku bisa tertidur lelap. Selebihnya aku hanya memperhatikan nya dari jauh,
seperti itulah caraku sekarang, hentah karena marah atau takut, kini aku tidak
berani mendekatinya lagi seperti dulu.
***
Besok adalah ujian semester dan malam
ini aku mati-matian belajar untuk mendapat nilai yang cukup agar tidak perlu
mendengar ocehan dari mamahku lagi. Saat ini aku sedang berkutat dengan
matematika geometri yang paling sulit untuk ku pelajari. Setelah cukup panas
kepalaku untuk meledak, kuputuskan untuk mengistirahatkan nya sejenak dengan
memasukan nya kedalam lemari es.
Saat ku
bilang ingin memasukan nya kedalam lemari es, aku mengatakan yang sebenarnya. Kini
aku sedang dalam perjalanan menuju dapur sampai tiba-tiba kulihat lampu didapur
menyala. Apakah itu mamahku yang ingin cemilan tengah malam, atau ayahku yang
sedang membuat kopi?
Ternyata
bukan. Itu adalah Putri yang sedang sibuk dengan puluhan lembar foto diatas
meja makan. Aku sempat ingin mengurungkan niatku pergi kedapur sampai akhirnya
Putri menyadari keberadaan ku dan menoleh padaku. Otaku sempat tidak berfungsi
sejenak saat melihat matanya yang memandangiku, tapi akhirnya setelah
sepersekian detik, sebuah aliran saraf dari otaku sampai juga ketenggorokanku,
dan akhirnya aku berkata,
“Kakak belum tidur?”
Seperti
biasa, dia hanya menjawabnya dengan senyum kehampaan miliknya itu. Awalnya aku
hanya akan mengambil minuman dingin dan beberapa balok es lalu membawanya kedalam
kamar sampai tiba-tiba mataku tertarik untuk melihat kumpulan foto-foto yang
sedang diamati oleh Putri. Tak tau aku mendapat kekuatan darimana, kuputuskan
untuk duduk dikusi tepat dihadapan nya dan mulai ikut memperhatikan kumpulan
foto-foto tersebut.
“Foto-foto pemandangan ini sangat
bagus Kak, siapa yang mengambilnya?” Tanyaku tanpa menoleh dari apa yang sedang
kulakukan.
“Itu aku yang mengambilnya” Jawab
Putri datar.
“Benarkah?” Aku sangat kagum sampai
tak sadar kini aku sedang menatap matanya. Sudut pengambilan gambar ini sangat
sempurna dan pencahayaan nya sangat unik, seperti sebuah hasil foto seorang
yang professional. “Kakak, taukah kau bahwa kau sangat berbakat?”
Lagi-lagi
Putri hanya membalasnya dengan Senyum nya yang datar dan tak berarti. Cukup
lama kami saling diam sambil mengamati setiap foto yang ada didekat kami,
sampai akhirnya sebuah kata terucap dari mulut nya.
“Photografer”
“Apa?” kataku bingung.
“Dulu aku ingin menjadi seorang
Photografer, tapi kedua orang tuaku berharap jika aku menjadi seorang dokter.”
Jelas Putri tanpa memandangiku.
Aku
tidak akan memotong pembicaraan ini, berharap Putri terus melanjutkan nya.
“Orang tuaku tidak tau kalau aku
ingin menjadi seorang Photografer dan aku tidak berani memberitau mereka. aku
tidak ingin membuat mereka kecewa”
Aku
terdiam. Putri pun terdiam. Aku masih berharap dia dapat meneruskan pembicaraan
ini sampai ketitik bagaimana perasaan nya saat mendengar orang tuanya
menginggal, tapi tak ada satu katapun yang terucap lagi dari mulutnya. Saat aku
akan membuka mulutku tiba-tiba air mataku mengalir begitu saja tanpa ada
perintah dari otak. Aku mulai sesenggukan dan tak dapat berbicara dengan jelas.
Aku tidak tau apa yang terjadi, Putripun sangat kaget melihatku tiba-tiba
menangis seperti anak kecil.
“Kenapa
mengangis?” ada kekhawatiran dari nada suara Putri. Lebih baik dari sebelumnya
dengan nada suaranya yang benar-benar datar. Hentahlah, tapi aku senang
mendapat respon dari nya. Selebihnya aku tak dapat berfikir dengan benar dan
tiba-tiba kata-kata itu terucap begitu saja
mengalir dari mulutku.
“Aku
akan mewakili kakak untuk menangis. Aku tau kakak sangat sedih dengan apa yang
menimpa kakak baru-baru ini. Aku akan menggantikan kakak untuk menangis.”
Putri
tiba-tiba terdiam. Dia membuang pandangannya dariku.
“Kak, aku bisa mewakili kakak untuk
marah karena nasib yang kakak terima, marah kepada Allah yang telah mengambil
kedua orang tua kakak sekaligus disaat kakak membawa kabar gembira untuk mereka
karena anaknya telah diterima di sekolah kedokteran. Sebuah kata yang selalu
ingin mereka dengar keluar dari mulut kakak. Atau marah karena rumah kakak yang
hangus terbakar sehingga sekarang kakak harus hidup menumpang pada orang lain,
bekerja mati-matian hentah untuk menutupi kesedihan atau untuk mengumpulkan
uang”
“Kak
taukah betapa menyedihkan nya hidup kakak? Berpura-pura tegar didepan orang
lain, apa kakak pikir itu akan membuat kami tenang. Bahkan dengan kakak
menangis sepanjang malam itu lebih baik bagiku dari pada melihat kakak selama
ini dengan ekspresi bodoh kaka itu. Mamahku dan ayah mungkin tidak menyadarinya
karena mereka tidak melihat kakak setiap hari, tapi aku, aku yang selalu
memperhatikan kakak, memperdulikan kakak, memikirkan tentang perasaan kakak,
tapi kakak malah tidak menyanggupinya”
“Sekarang
aku akan mewakili kakak untuk marah, akan aku wakili kakak untuk menangisi tiap
slide kehidupan kakak yang gelap dan hampa ini. Aku akan mewakili kakak, jika kakak tidak sanggup melakukan nya.
Tapi setelah itu, aku mohon tersenyumlah kak, bahagialah untuk dirimu sendiri.
Jalani hidupmu yang masih panjang. Kejarlah impianmu kak”
Aku
berusaha untuk mengatakan nya sejelas mungkin. “Kau sudah cukup menderita, jika
impianmu saja tidak dapat kau wujudkan, tak ada gunanya kau ada disini
sekarang”
Putri
tiba-tiba kembali menatapku. Sebuah tatapan yang tak dapat kuartikan. Seketika
ada genangan air di bola matanya, air itu mulai menumpuk dan mengalir membasahi
pipinya lalu kedagunya dan mendarat di meja. Air mata itu terus mengalir seakan
sudah terlalu banyak menumpuk dan tertahan dimatanya. Megalir seiring dengan
rasa sakit, rasa marah yang sudah melubangi jiwanya yang telah kelam,
menghanyutkan segala perasaan nya yang terpendam dan meledakan nya dengan
tetes-demi tetes air mata yang tak akan cukup untuk mewakili kesedihan nya
selama ini.
***
Pagi harinya aku menemukan diriku
tertidur dimeja makan dengan wajah yang lengket karena air mata yang mengering.
Akhirnya aku dihukum karena terlambat datang kesekolah saat UAS sedang
berlangsung dan aku terancam mendapat nilai nol dirapot. Sedangkan Putri, aku
sudah tidak melihatnya lagi tadi pagi, seperti nya dia sudah berangkat kerja.
Tapi aku tidak dapat marah padanya karena tidak membangunkanku tadi pagi, saat
aku mengingat malam tadi, melihatnya akhirnya melepaskan semua kesedihan nya
membuatku merasa sangat lega. Hukuman ini akan ku anggap sebagai imbalan yang
telah kulakukan untuknya.
Satu
hari….
Dua
hari….
Tiga
hari….
Tujuh
hari…
Hari ini
adalah hari terakhir UAS disekolahku, setelah itu kami akan bagi rapot dan
libur selama 2 minggu untuk memasuki semester terakhir di SMAku tercinta ini.
Semua teman-temanku memutuskan untuk merayakan nya dengan konfoi motor keliling
kota. Aku tidak akan melewatkan hal seperti itu jika saja mamahku tidak
meneleponku dan menyuruhku untuk cepat
pergi ke Airport.
Setelah
meminta maaf kepada semua teman-temanku karena tidak bisa ikut bersama mereka,
aku langsung me-Gas sepeda motorku dengan kecepatan tinggi.
“Egi, Putri akan berangkat ke Jepang
hari ini, kau tidak mau berpamitan dengan nya?”
Kata-kata
itu terus terngiang ditelingaku.
Mengapa Putri tidak bilang
apa-apa padaku?
apa artinya aku selama ini baginya?
Kenapa
dia terus saja tidak menganggapku?
Jepang? Apa yang akan dia lakukan
disana? Mengapa tidak bicara dulu denganku sebelumnya?
Putri, mengapa mendadak sekali?
Apakah kau tidak bisa tinggal saja dirumahku?
Bersamaku…. Aku akan membuatmu
tertawa sama seperti saat dulu kau membuatku mengerti akan arti sebuah
persahabatan….
“hey anak bodoh, hapus air matamu,
kau membuatku malu” Kata Putri. “Kenapa? Kau tidak rela yah jika aku pergi?”
Katanya Lagi.
“Bukankah
kau sendiri yang bilang, jika tidak dapat mewujudkan impianku sebaiknya aku
tidak perlu hidup?”
“Egi,
kau tau jika ayah dan ibuku tidak mengalami musibah itu dan hidup sampai
sekarang, mungkin kita tidak akan bertemu, akupun sekarang mungkin sedang berkutat
dengan mayat-mayat di laboratorium tempatku kuliah. Mengubur mimpiku
dalam-dalam hanya demi gelar Dokter.”
Aku
merasa diriku sangat bodoh saat ini. Putri pergi ke Jepang untuk melanjutkan
Kuliahnya di jurusan Seni dan Photografi karena sebuah beasiswa dari tempat nya
bekerja. Aku harusnya bangga mendengarnya bukan nya memintanya untuk tidak
pergi dan terus mengenang kesedihan nya bersamaku. Maafkan aku Putri karena
telah egois padamu.
“Belajar yang benar, bukankah kau
ingin menjadi Pembuat Game Profesional? Aku akan menunggu saat impianmu sudah terwujud
Egi, jangan lepaskan mimpimu demi apapun”
Kata-kata
itu mengantarnya pergi ke atas pesawat yang akan membawanya pergi kesebuah
harapan baru, kehidupan baru, semangat baru dan impian baru. Untuk pertama kali
nya setelah 12 tahun ini aku melihat Putri kecilku tersenyum manis kepadaku
dari kejauhan, sebuah senyuman yang menengangkan hati siapapun yang melihatnya.
Kebahagiaan mu
telah datang dan Kesedihanmu telah berlalu…
Air mata yang
selama ini kau gunakan untuk menangis kini berganti menjadi air mata haru…
Kak Putri, Teruslah
bahagia….
Dan sebarkan
kebahagiaan kepada orang disekelilingmu lagi…
END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar