Selasa, 21 Mei 2013

Arti Sebuah Air Mata Part2 (END)



“Nina, lagi sibuk gak? Gua mau curhat nih sama loe” Nina adalah teman satu kelasku. Dia anak yang baik dan dewasa, tepat curhat pribadiku tentang permasalahan sehari-hari dan hanya dia yang bisa ku harapkan untuk membantu masalah yang sedang kuhadapi sekarang.
            “Kenapa? Nyokap loe ngomelin loe lagi karena nilai ulangan loe jelek?” Jawab Nina dengan sedikit menggoda.
            “Ngak Nin, itu mah gua udah kebal. Hahaha. Tapi ini serius loh. Gua punya temen, nah temen gua itu punya temen lagi, nah temen nya temen gua itu lagi sedih karena orang tua nya meninggal. Yang mau gua tanyain, gimana cara bikin temen nya temen gua itu biar gak sedih lagi?”
Nina hanya terdiam mendengar penjelasan dariku.
            “Egi, Kebanyakan Temen-nya gua gak ngerti maksud loe”
            “Cara ngibur orang yang lagi sedih, gua mau nanya gimana cara ngibur orang yang lagi sedih, terutama cewek.”
Nina kembali terdiam. Kini dia terdiam sejenak untuk berfikir. Tak perlu menunggu lama akhirnya sebuah solusi akan keluar dari mulutnya yang ajaib itu.
            “siapa? Cewek loe? Wah… loe apain bisa sedih gitu?” Lagi-lagi Nina menggodaku.
            “Gua serius.” Kataku menegaskan. Artinya aku tidak ingin bercanda lagi.
            “oke, oke. Sebenernya menghibur cewek itu tidak perlu dengan kata-kata manis, cukup temenin dia aja, dengerin semua keluh-kesahnya, selesai” Jawab Nina dengan mantap.
            “Masalahnya itu dia. Deketin nya susah banget”
            “Oh gua ngerti, loe mau deketin cewek terus sok pura-pura ngehibur dia biar dapet simpati gitu?”
            “Nina, plis…” sekarang aku hanya dapat memohon padanya, Nina, hanya kau harapanku.
            “Oke. Oke. Cari waktu yang tepat, waktu dia lagi sendiri atau apapun. Samperin dia, duduk dideketnya atau ngapain gitu pura-pura sibuk dideket dia, terus tunggu sampai dia mulai menerima keberadaan loe dan Tanya ada apa. Kalau dia gak mau jawab jangan loe paksa, tapi kalau dia mulai mau cerita masalah dia, yah loe dengerin aja sampai dia selesai. Cewek pada dasarnya cuma butuh didengar. Dengan loe ada saat dia butuhin itu udah lebih dari cukup” Jawab Nina.
            “oke. Nina, loe emang temen gua yang paling baik sedunia. I Love You”
Setelah mengucapkan terimakasih pada sahabatku itu, aku langsung pamit pulang untuk mencobanya kepada Putri.
***
Malam ini seperti biasa Putri sampai ke rumah pukul 11 malam. Aku pura-pura menyibukan diri dengan serius menonton TV dan dengan pura-pura pula terkaget dengan kedatangan nya.
“Kakak sudah pulang?” kataku datar tanpa menengok kearahnya.
Putri tidak menjawab. Dia pergi menghampiriku dan duduk di sofa yang berada disebelahku. Ini pertama kali nya selama dia tinggal disini, menghampiriku seperti ini. Aku tidak dapat berpura-pura untuk tidak antusias melihat nya. Apa sekarang Putri akan berbagi kesedihan nya padaku, mencurahkan seluruh isi hatinya yang selama ini telah ia pendam?
            “Egi” Kata Putri datar.
Ohh betapa leganya hatiku mendengar dia menyebut namaku lagi setelah sekian lama.
            “Tolong jangan menungguku pulang lagi” Kata putri tiba-tiba.
            “Apa?” tak ada yang dapat ku pikirkan sekarang. Kenapa? Apa kakak tidak ingin dipedulikan?
-pertayaan itu hanya dapat kutelan dalam mulutku.
            “Boleh aku memohon, Jangan tunggu aku pulang lagi”
Setelah mengucapkan itu, Putri langsung beranjak dari sofa dan pergi kekamarnya. Aku hanya dapat terdiam di sofaku tanpa dapat bergerak bahkan sekedar hanya bola mataku.
            Malam ini aku tidak dapat tidur memikirkan yang dikatakan oleh Putri tadi. Dia tau aku menunggu nya pulang, dia tau aku mengkhawatirkan nya, tapi dia lebih memilih untuk tidak peduli dan menghindar dari kenyataan, memendam kesedihan nya seorang diri. Putri, kau sungguh egois, merasa hanya kau yang paling menderita didunia ini sehingga orang lain tak pantas merasakan nya. Putri, jika kau ingin jika tidak dipedulikan, aku tidak akan memperdulikan mu lagi.
Akhirnya aku tertidur dalam kekecewaan yang mendalam.
***
            Hari demi hari terus berlalu….
            Bulan demi bulan pun bergulir dengan cepat….
Aku menjalani kehidupanku yang bahagia, dan Putri menjalani kehidupan nya yang monoton penuh kehampaan. Kami hanya berkata saat diperlukan dan selebihnya diam. Ayah dan ibuku cukup memperhatikan Putri tapi karena mereka berdua terlalu sibuk dengan pekerjaan nya, seolah tak ada yang perlu dikhawatirkan dengan Putri maupun diriku. Aku dan Putri, kami tinggal seatap, tapi dunia kami dibatasi Jurang yang gelap dan dalam. Tak ada yang berani menyeberangi nya.
Sejak Putri memintaku untuk tidak menunggunya pulang lagi, aku sungguh melakukan nya. Aku tidak menunggunya lagi dibawah sambil menonton TV, tapi aku menunggunya dikamar, kamar Putri ada disebelah kamarku, aku akan menajamkan telingaku untuk mendengar suara pintu kamar disebelahku apakah sudah tertutup atau belum baru aku bisa tertidur lelap. Selebihnya aku hanya memperhatikan nya dari jauh, seperti itulah caraku sekarang, hentah karena marah atau takut, kini aku tidak berani mendekatinya lagi seperti dulu.
***
            Besok adalah ujian semester dan malam ini aku mati-matian belajar untuk mendapat nilai yang cukup agar tidak perlu mendengar ocehan dari mamahku lagi. Saat ini aku sedang berkutat dengan matematika geometri yang paling sulit untuk ku pelajari. Setelah cukup panas kepalaku untuk meledak, kuputuskan untuk mengistirahatkan nya sejenak dengan memasukan nya kedalam lemari es.
Saat ku bilang ingin memasukan nya kedalam lemari es, aku mengatakan yang sebenarnya. Kini aku sedang dalam perjalanan menuju dapur sampai tiba-tiba kulihat lampu didapur menyala. Apakah itu mamahku yang ingin cemilan tengah malam, atau ayahku yang sedang membuat kopi?
Ternyata bukan. Itu adalah Putri yang sedang sibuk dengan puluhan lembar foto diatas meja makan. Aku sempat ingin mengurungkan niatku pergi kedapur sampai akhirnya Putri menyadari keberadaan ku dan menoleh padaku. Otaku sempat tidak berfungsi sejenak saat melihat matanya yang memandangiku, tapi akhirnya setelah sepersekian detik, sebuah aliran saraf dari otaku sampai juga ketenggorokanku, dan akhirnya aku berkata,
            “Kakak belum tidur?”
Seperti biasa, dia hanya menjawabnya dengan senyum kehampaan miliknya itu. Awalnya aku hanya akan mengambil minuman dingin dan beberapa balok es lalu membawanya kedalam kamar sampai tiba-tiba mataku tertarik untuk melihat kumpulan foto-foto yang sedang diamati oleh Putri. Tak tau aku mendapat kekuatan darimana, kuputuskan untuk duduk dikusi tepat dihadapan nya dan mulai ikut memperhatikan kumpulan foto-foto tersebut.
            “Foto-foto pemandangan ini sangat bagus Kak, siapa yang mengambilnya?” Tanyaku tanpa menoleh dari apa yang sedang kulakukan.
            “Itu aku yang mengambilnya” Jawab Putri datar.
            “Benarkah?” Aku sangat kagum sampai tak sadar kini aku sedang menatap matanya. Sudut pengambilan gambar ini sangat sempurna dan pencahayaan nya sangat unik, seperti sebuah hasil foto seorang yang professional. “Kakak, taukah kau bahwa kau sangat berbakat?”
Lagi-lagi Putri hanya membalasnya dengan Senyum nya yang datar dan tak berarti. Cukup lama kami saling diam sambil mengamati setiap foto yang ada didekat kami, sampai akhirnya sebuah kata terucap dari mulut nya.
            “Photografer”
            “Apa?” kataku bingung.
            “Dulu aku ingin menjadi seorang Photografer, tapi kedua orang tuaku berharap jika aku menjadi seorang dokter.” Jelas Putri tanpa memandangiku.
Aku tidak akan memotong pembicaraan ini, berharap Putri terus melanjutkan nya.
            “Orang tuaku tidak tau kalau aku ingin menjadi seorang Photografer dan aku tidak berani memberitau mereka. aku tidak ingin membuat mereka kecewa”
Aku terdiam. Putri pun terdiam. Aku masih berharap dia dapat meneruskan pembicaraan ini sampai ketitik bagaimana perasaan nya saat mendengar orang tuanya menginggal, tapi tak ada satu katapun yang terucap lagi dari mulutnya. Saat aku akan membuka mulutku tiba-tiba air mataku mengalir begitu saja tanpa ada perintah dari otak. Aku mulai sesenggukan dan tak dapat berbicara dengan jelas. Aku tidak tau apa yang terjadi, Putripun sangat kaget melihatku tiba-tiba menangis seperti anak kecil.
“Kenapa mengangis?” ada kekhawatiran dari nada suara Putri. Lebih baik dari sebelumnya dengan nada suaranya yang benar-benar datar. Hentahlah, tapi aku senang mendapat respon dari nya. Selebihnya aku tak dapat berfikir dengan benar dan tiba-tiba kata-kata itu terucap begitu saja  mengalir dari mulutku.
“Aku akan mewakili kakak untuk menangis. Aku tau kakak sangat sedih dengan apa yang menimpa kakak baru-baru ini. Aku akan menggantikan kakak untuk menangis.”
Putri tiba-tiba terdiam. Dia membuang pandangannya dariku.
            “Kak, aku bisa mewakili kakak untuk marah karena nasib yang kakak terima, marah kepada Allah yang telah mengambil kedua orang tua kakak sekaligus disaat kakak membawa kabar gembira untuk mereka karena anaknya telah diterima di sekolah kedokteran. Sebuah kata yang selalu ingin mereka dengar keluar dari mulut kakak. Atau marah karena rumah kakak yang hangus terbakar sehingga sekarang kakak harus hidup menumpang pada orang lain, bekerja mati-matian hentah untuk menutupi kesedihan atau untuk mengumpulkan uang”
“Kak taukah betapa menyedihkan nya hidup kakak? Berpura-pura tegar didepan orang lain, apa kakak pikir itu akan membuat kami tenang. Bahkan dengan kakak menangis sepanjang malam itu lebih baik bagiku dari pada melihat kakak selama ini dengan ekspresi bodoh kaka itu. Mamahku dan ayah mungkin tidak menyadarinya karena mereka tidak melihat kakak setiap hari, tapi aku, aku yang selalu memperhatikan kakak, memperdulikan kakak, memikirkan tentang perasaan kakak, tapi kakak malah tidak menyanggupinya”
“Sekarang aku akan mewakili kakak untuk marah, akan aku wakili kakak untuk menangisi tiap slide kehidupan kakak yang gelap dan hampa ini. Aku akan mewakili kakak, jika kakak tidak sanggup melakukan nya. Tapi setelah itu, aku mohon tersenyumlah kak, bahagialah untuk dirimu sendiri. Jalani hidupmu yang masih panjang. Kejarlah impianmu kak”
Aku berusaha untuk mengatakan nya sejelas mungkin. “Kau sudah cukup menderita, jika impianmu saja tidak dapat kau wujudkan, tak ada gunanya kau ada disini sekarang”
Putri tiba-tiba kembali menatapku. Sebuah tatapan yang tak dapat kuartikan. Seketika ada genangan air di bola matanya, air itu mulai menumpuk dan mengalir membasahi pipinya lalu kedagunya dan mendarat di meja. Air mata itu terus mengalir seakan sudah terlalu banyak menumpuk dan tertahan dimatanya. Megalir seiring dengan rasa sakit, rasa marah yang sudah melubangi jiwanya yang telah kelam, menghanyutkan segala perasaan nya yang terpendam dan meledakan nya dengan tetes-demi tetes air mata yang tak akan cukup untuk mewakili kesedihan nya selama ini.
***
            Pagi harinya aku menemukan diriku tertidur dimeja makan dengan wajah yang lengket karena air mata yang mengering. Akhirnya aku dihukum karena terlambat datang kesekolah saat UAS sedang berlangsung dan aku terancam mendapat nilai nol dirapot. Sedangkan Putri, aku sudah tidak melihatnya lagi tadi pagi, seperti nya dia sudah berangkat kerja. Tapi aku tidak dapat marah padanya karena tidak membangunkanku tadi pagi, saat aku mengingat malam tadi, melihatnya akhirnya melepaskan semua kesedihan nya membuatku merasa sangat lega. Hukuman ini akan ku anggap sebagai imbalan yang telah kulakukan untuknya.
Satu hari….
Dua hari….
Tiga hari….
Tujuh hari…
Hari ini adalah hari terakhir UAS disekolahku, setelah itu kami akan bagi rapot dan libur selama 2 minggu untuk memasuki semester terakhir di SMAku tercinta ini. Semua teman-temanku memutuskan untuk merayakan nya dengan konfoi motor keliling kota. Aku tidak akan melewatkan hal seperti itu jika saja mamahku tidak meneleponku dan menyuruhku  untuk cepat pergi ke Airport.
Setelah meminta maaf kepada semua teman-temanku karena tidak bisa ikut bersama mereka, aku langsung me-Gas sepeda motorku dengan kecepatan tinggi.
            “Egi, Putri akan berangkat ke Jepang hari ini, kau tidak mau berpamitan dengan nya?”
Kata-kata itu terus terngiang ditelingaku.
Mengapa Putri tidak bilang apa-apa padaku?
 apa artinya aku selama ini baginya?
 Kenapa dia terus saja tidak menganggapku?
Jepang? Apa yang akan dia lakukan disana? Mengapa tidak bicara dulu denganku sebelumnya?
Putri, mengapa mendadak sekali? Apakah kau tidak bisa tinggal saja dirumahku?
Bersamaku…. Aku akan membuatmu tertawa sama seperti saat dulu kau membuatku mengerti akan arti sebuah persahabatan….
            “hey anak bodoh, hapus air matamu, kau membuatku malu” Kata Putri. “Kenapa? Kau tidak rela yah jika aku pergi?” Katanya Lagi.
“Bukankah kau sendiri yang bilang, jika tidak dapat mewujudkan impianku sebaiknya aku tidak perlu hidup?”
“Egi, kau tau jika ayah dan ibuku tidak mengalami musibah itu dan hidup sampai sekarang, mungkin kita tidak akan bertemu, akupun sekarang mungkin sedang berkutat dengan mayat-mayat di laboratorium tempatku kuliah. Mengubur mimpiku dalam-dalam hanya demi gelar Dokter.”
Aku merasa diriku sangat bodoh saat ini. Putri pergi ke Jepang untuk melanjutkan Kuliahnya di jurusan Seni dan Photografi karena sebuah beasiswa dari tempat nya bekerja. Aku harusnya bangga mendengarnya bukan nya memintanya untuk tidak pergi dan terus mengenang kesedihan nya bersamaku. Maafkan aku Putri karena telah egois padamu.
            “Belajar yang benar, bukankah kau ingin menjadi Pembuat Game Profesional? Aku akan menunggu saat impianmu sudah terwujud Egi, jangan lepaskan mimpimu demi apapun”
Kata-kata itu mengantarnya pergi ke atas pesawat yang akan membawanya pergi kesebuah harapan baru, kehidupan baru, semangat baru dan impian baru. Untuk pertama kali nya setelah 12 tahun ini aku melihat Putri kecilku tersenyum manis kepadaku dari kejauhan, sebuah senyuman yang menengangkan hati siapapun yang melihatnya.
Kebahagiaan mu telah datang dan Kesedihanmu telah berlalu…
Air mata yang selama ini kau gunakan untuk menangis kini berganti menjadi air mata haru…
Kak Putri, Teruslah bahagia….
Dan sebarkan kebahagiaan kepada orang disekelilingmu lagi…

END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar